
Cincin keramat itu adalah pemberian ibu Selena sebelum meninggal. Cincin tersebut menyimpan kutukan: siapa pun selain Selena yang memakainya akan celaka dan menghilang, hingga tak ada seorang pun yang mengenalinya lagi.
Pagi itu, Selena terbangun dan menggosok matanya dengan tangan kiri, tempat cincin itu biasanya melingkar di jari manis. Namun, ia tidak merasakan kehadiran cincin tersebut. Panik, ia meloncat dari tempat tidur dan mencari cincin itu hingga kamarnya berantakan.
Masha, kakak Selena, muncul di ambang pintu dengan wajah pura-pura tak tahu apa-apa. “Selena! Kenapa kamarmu berantakan begini? Kamu cari apa sih?” tanyanya.
Selena menoleh tajam ke arah Masha. Sebuah ingatan muncul di benaknya, pasti Masha yang mengambil cincinnya. Dengan raut jengkel, Selena mulai membereskan kamarnya. Masha, merasa tidak nyaman dengan tatapan itu, buru-buru pergi ke kamar mandi.
Setelah selesai membereskan kamar, Selena beranjak mandi sambil bergumam, “Dasar aneh!”
Siang harinya, Selena duduk santai di ruang tengah sambil menonton film. Masha turun dari lantai atas dan menghampirinya. “Aku mau belanja kebutuhan. Kamu mau titip apa?” tanya Masha sambil menyiapkan tas dan mengenakan sepatu.
Selena berpikir sejenak. “Ice cream aja,” jawabnya singkat. “Oke,” sahut Masha, lalu pergi.
Selena menggeleng pelan sambil bergumam, “Huh, aneh.” Ia kemudian melanjutkan menonton filmnya.
Di perjalanan, Masha menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Ketika lampu lalu lintas berubah merah, ia terlambat menginjak rem. Sebuah truk besar melintas dan menabrak mobilnya dengan keras, membuat mobil itu terlempar cukup jauh.
Seorang perempuan yang sedang mengendarai sepeda terkejut melihat kondisi Masha di dalam mobil. Tubuh Masha membusuk dengan cepat, dan lalat mulai mengerubunginya. Dengan tangan gemetar, perempuan itu mengambil ponsel Masha dan menelepon kontak terakhir — Selena.
Selena masih sibuk menonton film ketika ponselnya berdering. Ia melihat nama Masha di layar dan segera mengangkatnya. Namun, tidak ada suara Masha, hanya keributan samar di latar belakang. Tiba-tiba, seseorang di telepon berkata, “Nak, kamu adiknya Masha, ya?”
Selena merasa heran. “Iya, saya adiknya. Ini siapa ya? Kakak saya di mana?” tanyanya sambil memainkan jarinya, merasa cemas.
“Kakakmu mengalami kecelakaan. Tubuhnya membusuk… banyak lalat mengerubunginya…”
Mata Selena membelalak mendengar penjelasan itu. Ia terkejut dan bingung. “Lalu, apa yang terjadi dengan kakak saya?” tanyanya lagi.
Suara di telepon menjawab dengan nada ragu, “Bau busuknya tak tertahankan. Kami tidak sanggup mengangkatnya, jadi kami biarkan saja—”
Telepon tiba-tiba terputus. Ponsel Masha mati begitu saja.
Selena terdiam. Ia tidak tahu harus merasa sedih atau lega. Bagaimanapun, ia memang membenci kakaknya.
Keesokan harinya, Selena membuka ponselnya dan mencari berita tentang kecelakaan Masha, namun tidak menemukan apa pun. Bingung, ia pergi ke lokasi kecelakaan, tetapi tidak ada bekas apa pun di sana. Seolah-olah kejadian itu tidak pernah terjadi.
Kutukan cincin itu telah bekerja. Kesalahan Masha karena menggunakan cincin itu membawa petaka. Kini, Masha hilang selamanya, dan tak ada seorang pun yang mengenalnya. Bahkan orang yang menelepon Selena kemarin pun seolah kehilangan ingatan.
Selena kini hidup sendirian, tanpa siapa pun di sisinya.