
Pada jaman dahulu di sebuah desa di Kalimantan Tengah, hiduplah dua orang gadis yang sangat cantik. Mereka adalah Putir Busu dan Bawi Sandah. Mereka berdua sama-sama cantik dan rupawan, hanya perilakulah yang membedakan keduanya. Putir Busu adalah gadis yang rajin, lemah lembut, sederhana dan jujur sedangkan Bawi Sandah adalah gadis yang malas, kasar, sering berbohong dan senang sekali bersolek. Pada suatu pagi yang indah, Putir Busu meminta ijin kepada ibunya untuk mencari ikan. Putir Busu ingin membuat gulai ikan untuk ibunya dan saudaranya Bawi Sandah. “Tangkaplah di sungai belakang rumah,” kata ibunya memberi ijin. Sampai di sungai ia menangguk ikan dengan senang. Ikan yang didapat semakin banyak, itu membuat Putir Busu semakin bersemangat menangguk ikan sampai ia tersesat jauh ke dalam hutan. “Hei siapa yang menangguk ikan sampai malam begini,” terdengar suara seorang nenek. “Putir Busu, Nek!” jawab Putir Busu. Karena sudah malam, nenek itu menyuruh Putir Busu bermalam di Putir Busu segera menyiangi ikan dan ia memasak gulai untuk dimakan bersama dengan nenek itu. Setelah makan dengan kenyang, Putir Busu dengan sigap membersihkan bekas alat dapur dan piring yang kotor. Kemudian keduanya tertidur pulas dalam keakraban. Esoknya sebelum pulang, nenek memberikan bungkusan dan berpesan, “Nanti berjalanlah lurus saja lewat belakang rumah ini, maka kau tidak akan tersesat. Kau akan menemukan kembang elok tapi jangan petik yang cacat kembangnya”. Putir Busu mengikuti petunjuk nenek itu tanpa tahu apa maksudnya. Putir Busu tidak lupa mengucapkan terima kasih karena ia diperkenankan menginap dirumah nenek. Belum lama ia memetik kembang elok itu, terdengar suara pemuda yang telah berdiri di belakangnya. “Aku adalah kembang elok yang kau petik, sudah menjadi takdirku siapa yang memetikku, akan menjadi istriku,” kata pemuda itu. Putir Busupun terpana dengan pemuda tersebut. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama.
Mereka berdua pulang bersama. Sampai di rumah dengan hati-hati mereka membuka bingkisan itu. “Wow!” perhiasan. Kita harus bersyukur akan berkah ini Putir Busu”, kata pemuda tampan tesebut. Mereka akhirnya menikah dan mereka membagikan harta mereka kepada fakir miskin, namun harta itu seakan tidak berkurang. Melihat itu Bawi Sandah merasa iri dan bertanya kepada Putir Busu apa yang telah terjadi. Putir Busu menceritakan semua yang ia alami. Akhirnya Bawi Sandahpun mencari ikan dan menemui nenek itu. Persis seperti yang dialami Putir Busu, nenek mempersilahkan masuk Bawi Sandah. Bawi Sandah dengan angkuhnya minta dilayani oleh nenek tersebut. Ia tidak mau membantu nenek itu menyiapkan makan malam. Setelah makan, ia langsung tertidur dan tidak membantu nenek untuk membersihkan bekas mereka makan. Keesokan harinya setelah Bawi Sandah hendak pulang, nenek itu memberikan bingkisan kepada Bawi Sandah. Bawi Sandah sungguh marah, karena bingkisan yang diberikan sangat kecil. Nenek kemudian memberikan bingkisan yang besar dan berpesan kepada Bawi Sandah untuk berhenti sebentar memetik kembang elok yang indah. Karena tergesa-gesa ingin melihat harta, Bawi Sandah tanpa sadar memetik kembang yang cacat. Muncullah seorang tua bungkuk, “takdirku harus memperistrimu” kata si tua. Keduanya pulang bersama dan membuka bungkusan namun yang keluar adalah ribuan lebah “ngung … ngung …”, Bawi Sandah pingsan dan bengkak akibat sengatan lebah. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
(Rewriting story Inspired by Hafi Zha)